Sabtu, 05 Maret 2011

Mahasiswi UGM Temukan Vaksin Flu Burung Dari Mahkota Dewa

| 0 komentar
Berkat penemuannya, mahasiswi tingkat akhir UGM ini meraih dua predikat sekaligus dana dalam lomba penelitia yang dilakukan Masyarakat Ilmuwan dan Tehnologi Indonesia (MIPI) di Bogor, akhir Januari 2011 lalu. Dua predikat tersebut adalah juara satu lomba penelitian dan karya penelitian terbaik.

"Tumbuhan Mahkota Dewa banyak terdapat di berbagai wilayah di DIY, bahkan melimpah. Selama ini vaksin flu burung semuanya berbahan kimia. Selain mahal, itu juga berdampak buruk pada unggas yang divaksin, sehingga saya berupaya menciptakan temuan vaksin dari bahan herbal," paparnya saaat berbincang di UGM, Kamis (3/3).

Menurutnya, ekstrak buah Mahkota Dewa mengandung senyawa saponin yang berfungsi untuk menghambat perkembangan virus flu burung. Senyawa ini dalam dosis yang tepat bisa menghambat virus mencapai 87 persen. "Melalui beberapakali penelitian, akhirnya saya temukan dosis yang tepat untuk menghambat virus tersebut secara efektif dalam diri unggas," tandasnya.

Kadar saponin yang dibutuhkan untuk menghambat perkembangan virus tersebut adalah 10 miugram/mililiter (ml). Vaksin yang digunakan untuk disuntikkan ke unggas sendiri hanya 0,2 ml./dep.
LANJUT

Saat Tepat Berkontemplasi

| 0 komentar
SEJAK kemarin umat Hindu merayakan Hari Raya Nyepi untuk menyambut tahun baru Saka. Hari Raya Nyepi merupakan kesempatan untuk melakukan kontemplasi, berhenti sejenak untuk bercermin tentang apa yang telah kita lakukan setahun terakhir ini.

Kita sering larut dalam kehidupan duniawi yang penuh dengan godaan. Konsumtivisme dan konsumerisme sering kali menyeret kita ke dalam kehidupan yang hedonistis.

Sering kita terseret oleh nafsu kekuasaan yang membuat kita lupa akan esensi kekuasaan itu. Kekuasaan dianggap sebagai hak istimewa yang dibagi di antara para elite politik, bukan untuk menyejahterakan rakyat.

Sikap mentang-mentang yang begitu kuat pada diri kita, sering membuat kita berlaku tidak adil. Bahkan tidak jarang kita menindas mereka yang lemah, kita gunakan kekerasan untuk menganiaya mereka yang tidak berdaya.

Dengan melakukan catur berata penyepian, umat Hindu selama satu hari penuh memutuskan hubungan dengan urusan duniawi. Mereka tidak pergi bekerja, mereka tidak melakukan perjalanan, tidak mendengarkan hiburan. Sambil berpuasa, mereka mencoba berkomunikasi dengan Yang Maha Pencipta.

Kita semua dimintakan untuk setiap kali melakukan refleksi diri. Ketika kita berdoa, sejenak kita melupakan urusan dunia dan berserah diri kepada Yang Maha Kuasa. Kita harus sadar bahwa kita bukan siapa-siapa dan kita membutuhkan pertolongan dan petunjuk-Nya untuk bisa menjalani hidup ini dengan baik.

Segala amarah, kerakusan, ketamakan sirna ketika kita bertemu dengan-Nya. Rasa kemanusiaan kita akan tumbuh begitu selesai kita melakukan kontemplasi, berkaca diri tentang siapa sebenarnya kita ini.

Kehidupan dunia ini akan lebih baik apabila peduli terhadap sesama. Kita tidak melihat perbedaannya, tetapi melihat persamaannya. Kalau ada yang keliru di antara kita diingatkan tanpa harus dimarahi apalagi sampai dipukuli.

Ketenangan di Hari Raya Nyepi itulah yang kita harapkan. Dengan ketenangan maka kita akan menjalankan tugas keseharian lebih baik. Hubungan di antara kita akan dijauhi dari ketegangan.

Sekarang ini kita harus mau mengakui kalau kita telah menjadi pribadi yang cepat marah. Sikap ringan tangan bukan dilakukan untuk hal yang positif, tetapi cenderung yang negatif. Ringan tangan bukan dalam sigap dalam bekerja, tetapi sigap dalam menyakiti sesama.

Kita semua tahu bahwa kekerasan pasti melahirkan kekerasan. Sebab, setiap orang memiliki batasnya. Ketika mereka terus menerus ditekan, satu saat pasti mereka akan bangkit untuk menunjukkan harga dirinya sebagai manusia.

Sikap saling asah, saling asuh itulah yang kita sangat dambakan. Apalagi bagi kita bangsa Indonesia sebagai bangsa yang beragama. Semua agama mengajarkan kita untuk menyayangi dan menghormati citpaan-Nya. Tidak ada hak sedikit pun dari kita untuk tidak menjalankan perintah-Nya.

Negeri ini membutuhkan kehidupan bangsa yang lebih rukun. Kita akan bisa mencapai kehidupan bangsa dan negara yang lebih baik apabila mampu membangun kebersamaan. Tidak membuang-buang energi hanya untuk berkelahi sendiri.

Kita tidak bisa mengatakan bahwa hal itu tidak bisa kita lakukan, karena kita mempunyai sejarah sikap toleransi yang tinggi. Kita menjadi bangsa yang rukun dan damai di masa lalu karena memiliki pemimpin yang bisa menjadi contoh bagaimana hidup damai berdampingi.

Sikap-sikap yang inklusif dengan wawasan yang luas membuat kita tidak berpikiran picik. Semua itu terjadi karena pemimpin kita di masa lalu memiliki pikiran yang modern dan bergaul secara luas. Tidak pernah mereka membawa perbedaan menjadi persoalan personal.

Kita harus bisa membangun kembali masa-masa indah seperti itu. Kuncinya adalah kemauan kita bersama untuk duduk berdampingi dan membuang jauh perbedaan. Kita harus membangun manusia yang berkualitas dan itu hanya bisa dilakukan melalui pendidikan.

Hari Raya Nyepi merupakan kesempatan bagi kita untuk mencari jalan menata kembali kehidupan masa lalu yang damai. Kita bersama yang harus melakukan itu.

Sumber:metrotvnews.
LANJUT